BEM KBM Faperta Untirta ; Jika Pemerintah Impor, Lalu Siapa yang Beli Beras Petani?

0
192

Serang,fesbukbantennews.com (19/1/2018)–Ketua BEM KBM Faperta Untirta 2018 Febri Wahyu Ramadan menganggap pemerintah Indonesia gagal mewujudkan nawacita. Febri menilai sudah keputusan pemerintah mengambil kebijakan impor beras ini dinilai merugikan kaum petani.

Ketua BEM KBM Faperta Untirta Febri MR.

Pada awalnya masyarakat Indonesia dikejutkan dengan isu kenaikan harga beras medium ditingkat pasaran, hal ini ditambah dengan kebijakan pemerintah pusat dengan mengimpor beras sebesar 500,000 ton dengan dalih kelangkaan stok beras ditingkat pasaran.

Pada saat yang bersamaan Kepala Pusat Data dan Informasi Pertanian Kementerian Pertanian, Suswandi menyampaikan bahwa produksi gabah kita dalam satu tahun mencapai 5 juta ton yang jika dikonversikan akan menjadi 3 juta ton beras. Sementara, kebutuhan konsumsi nasional adalah sekitar 2,6 juta ton beras. Artinya kita masih surplus sekitar 400 ribu ton.

“Dengan kondisi seperti itu mestinya pasokan dalam negeri akan lancar. Yang pada akhirnya akan berkorelasi terhadap stabilnya harga beras, ‘ ujar Febri..

Di sisi yang lain, terang Febri, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyampaikan, stok beras saat ini hanya 930 ribu ton; kurang dari 1 juta ton yang merupakan batas aman cadangan beras nasional.

Merujuk pada data proyeksi panen Januari-April 2018 berdasarkan pantauan satelit Kementerian Pertanian. Berdasarkan data tersebut, ada 854.369 hektare lahan padi yang akan panen raya di Januari-maret 2018. Jika mengacu pada data itu, seharusnya Indonesia tidak membutuhkan beras impor.

Berbeda halnya dengan apa yang disampaikan Menteri Perdagangan RI Enggarsito Lukita yang mengatakan, tidak ingin ambil resiko mengingat beras sebagai kebutuhan pokok dan lagi beras yang diimpor adalah beras khusus yang tidak ditanam di Indonesia.

Disaat yang bersamaan anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka menyatakan menolak kebijakan impor beras yang dilakukan pemerintah. Ia berargumen, pemerintah tidak memiliki data tunggal terkait pangan. Padahal, data itu yang dijadikan landasan dalam setiap pengambilan keputusan yang berhubungan dengan ketahanan pangan. Karenanya, Rieke beranggapan, kebijakan impor bukan solusi yang tepat.

“Kalau belum ada data yang bisa dipertanggungjawabkan mengenai kondisi real petani kita, tolak impor beras,” kata Febri.

Disisi lain Febri mengatakan rencana impor beras oleh pemerintah adalah hal yang wajar. Terutama untuk kepentingan mengamankan pasokan. Tapi menurutnya, waktu untuk menyelenggarakan impor di bulan Januari atau Februari bukanlah waktu yang tepat.

“Pasalnya pada periode Januari – Februari adalah masa panen raya, dikhawatirkan kedatangan beras impor merusak harga beras petani ketika panen nanti dan hal yang paling disoroti adalah rencana mendatangkan beras kualitas premium yang nantinya akan dijual dengan harga medium. Jadi nanti yang beli beras petani ini siapa?” tutup Febri. (Mrc/Rdn/LLJ)