Balada Anak Haram Pemprov Banten Bernama Gita Surosowan (oleh : Muchlis Arobi,SH*)

0
1591

Tinjauan Yuridis Bantuan Dana Gita Surosowan Banten Drum & Bugle Corps.

Muchlis Arobi SH.(foto:istimewa)
Muchlis Arobi SH.(foto:istimewa)

Dies Natalis Anak Haram
Gita Surosowan Banten merupakan Korps Marching Band yang telah bertransformasi dewasa ini menjadi Korps Drum dan Terompet yang didirikan bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yakni pada 17 agustus 2006, dan berada di bawah naungan Pemerintah Provinsi Banten dengan mengusung nama-nama beken Pejabat Pemprov Banten seperti Rt. Atut Chosiyah sang Gubernur Banten yang secara ex-officio didaulat sebagai Pelindung dan Trio Pejabat di Biro Umum dan Perlengkapan yaitu Iya Sukiya sebagai Pembina serta Agus Randil sebagai Penanggung Jawab dan Maman Suarta sebagai Sekretaris, yang kesemuanya ternyata bermasalah hukum pada kasus yang lain. Sejak didirikan sampai dengan sekarang tidak ada payung hukum yang jelas baik berupa Peraturan Daerah atau pun Peraturan Gubernur yang mengatur proses pendirian Korps Marching Band ini sebagai Marching Band Plat Merah yang harus dibantu biaya operasionalnya melalui APBD Banten. Walaupun dibuatkan payung hukumnya demi menyiasati anggaran yang dibutuhkan maka jelas sekali tetap akan bertabrakan dengan semangat Undang-Undang No. 3 Tahun 2005 tentang Sistim Keolahragaan Nasional.

Perspektif Hukum

Dalam Pasal 7 Undang-Undang No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional disebutkan ada 3 ruang lingkup olahraga yakni olahraga pendidikan, olahraga rekreasi dan olahraga prestasi. Olahraga pendidikan dikendalikan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (KEMENPORA), olahraga rekreasi dikelola oleh Federasi Olahraga Rekreasi – Masyarakat Indonesia (FORMI) dan olahraga prestasi dipunggawai oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan Komite Olimpiade Indonesia (KOI). Dalam Undang-undang tersebut juga pada pasal 69 dan 71 disebutkan pula bahwa pengelolaan dana keolahragaan yang menjadi tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat harus berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas publik.

Sebagai bagian dari olahraga prestasi Persatuan Drum Band Indonesia (PDBI) yang merupakan organisasi sosial dan bergerak di bidang olahraga yang mengandung unsur seni dan mewadahi satuan Drum Band, Marching Band, Drum Corps, Military & Police Band dan Korps Musik menginduk kepada KONI dan KOI sebagaimana tertuang dalam AD/ART nya pada pasal 3 tentang kedudukan (status) menyebutkan bahwa Persatuan Drum Band Indonesia adalah satu-satunya cabang olahraga di bawah KONI dan KOI yang diberi kewenangan untuk bertanggung jawab mengelola, membina, mengembangkan dan mengkoordinasikan per-widitra-an (Band Berjalan) di Indonesia serta merekomendasikan setiap kegiatan yang berhubungan dengan ke-widitra-an di wilayah NKRI dan dunia internasional. Adapun dalam berinteraksi di dunia internasional PB PDBI menggandeng World Association of Marching Show Band (WAMSB) sebagai rujukan organisasinya sebagaimana korelasi PSSI dengan FIFA atau pun PBSI dengan IBF.

Gita Surosowan dan Jurus Dewa Mabuk

Eksistensi Gita Surosowan Banten sebagai anggota PDBI sungguh sangat ironis, dapat dikatakan ia dan PDBI Banten setali tiga uang dalam memproyeksikan banyak hal karena banyak aturan yang dioverlap dengan restu pengurus PDBI Banten yang tidak lain sosok pemeran utama dalam proses kelahiran Gita Surosowan Banten demi meraih nilai prestise. Seharusnya Gita Surosowan dapat mematuhi aturan main berorganisasi, tapi faktanya manuver yang telah dilakukannya dari dulu sampai sekarang merupakan cerminan jurus dewa mabuk yang selalu hantam kromo tanpa mengindahkan bahwa di luar sana masih banyak korps drum band yang seyogyanya punya hak untuk dapat tampil diseleksi guna menghadapi event nasional dalam kapasitas sebagai perwakilan kota dan kabupaten dalam rangka peningkatan prestasi mereka dan bukan hanya milik Gita Surosowan Banten semata. Dalam satu kesempatan Iskandar Mirsad selaku Ketua Harian PDBI Kabupaten Tangerang pernah menyatakan kekecewaannya karena tidak dikabari tentang pelaksanaan Pra PON dan juga terkait dengan seleksi atlet untuk mengikuti ajang tersebut yang pada akhirnya hanya diikuti oleh atlet dari Gita Surosowan Banten.
Prestasi terbaik Gita Surosowan Banten menurut penulis adalah saat menjuarai Grand Prix Marching Band 2012 karena mampu menjadi yang terbaik pada ajang resmi tahunan PB PDBI, di luar itu fiktif hanya sebatas rekayasa untuk menjadikan Gita Surosowan Banten partisipan atau pun duta negara pada ajang tidak resmi organisasi drum band sedunia WAMSB seperti pada saat mengikuti kegiatan World Music Contest (WMC) tahun 2013 di Kerkrade Belanda, Thailand World Music Championship (TWMC) tahun 2014 di Buriram Thailand serta The Drum Corps International (DCI) World Championship yang baru saja digelar di amerika awal agustus ini. Ketiga-tiganya tidak lebih dari sekedar festival tahunan di negara masing-masing sebagai bentuk tradisi menghidupkan olahraga seni drum band. Dengan mengikuti kegiatan di luar kalender WAMSB nampak sekali bahwa tindakan tersebut LIAR dan tidak diapresiasi oleh PB PDBI, terbukti pada website PB PDBI tidak pernah sekali pun PB PDBI mengapresiasi keberangkatan Gita Surosowan Banten ke luar negeri dan raihan hasilnya pun tidak pernah dipublish karena PB PDBI terikat dengan WAMSB.

Lucunya lagi walau Gita Surosowan Banten mengklaim menyandang predikat sebagai utusan negara di tiga festival tersebut tetapi tidak ada sepeserpun rupiah yang dialokasikan negara untuk membantu keberangkatan tim ini karena memang yang diikutinya bukan ajang resmi WAMSB sebagai induk organisasi internasionalnya PB PDBI, sehingga terjadilah rekayasa anggaran agar Gita Surosowan Banten tetap diberangkatkan dengan melibatkan Pemerintah Provinsi Banten sebagai penyandang dana utama melalui APBD. Masyarakat Banten ditipu oleh kelihaian oknum pengurus Gita Surosowan Banten dalam memanipulasi data dengan menggandeng beberapa media lokal sebagai alat propagandanya, kita dibuat terperangah dengan istilah World Championship atau World Contest padahal kata-kata tersebut merupakan tema yang lumrah dalam gelaran festival drum band di negara mana pun, diopinikan seakan-akan kontingen asal Banten benar-benar mengikuti kejuaraan dunia resmi drum band mewakili Indonesia padahal faktanya sungguh tidak demikian. Bahkan partisipasi Gita surosowan dalam ajang tidak resmi WAMSB itu tidak lebih seperti mengikuti Festival Panjang Mulud atau pun Event Tarkam. Di episode terakhirnya bahkan Gita Surosowan Banten melalui media lokal yang tidak bertanggungjawab tanpa malu menyebut diri sebagai juara kedua dan berhak mendapatkan medali perak pada ajang DCI World Championship untuk kategori internasional, padahal seharusnya media lokal bisa secara obyektif pula menyampaikan bahwa peserta untuk kategori tersebut hanya ada 3 negara saja yakni Belanda, Taiwan dan Indonesia. Jadi kesimpulannya, sangat memalukan bagi Gita Surosowan Banten berlomba di ajang internasional tidak resmi dengan hanya melibatkan 3 peserta saja walau pun berada d ranking kedua. Benar-benar kegiatan pemborosan dana APBD yang memang tidak ada payung hukumnya untuk Gita Surosowan Banten.

KONI Dan Harapan Terakhir

Menyedihkan saat menjelang keberangkatan Gita Surosowan Banten ke ajang DCI World Championship Ketua KONI Banten Rumiah Kartoredjo sempat menyatakan bahwa Pengprov-pengprov se Banten harus dapat meniru prestasi Gita Surosowan Banten. Sungguh pernyataan yang tidak cerdas, mengisyaratkan tiap-tiap pengprov cabang olahraga harus menjadi maling terhadap apbd provinsi untuk mencetak prestasi semu. Sebagai pucuk pimpinan organisasi olahraga seharusnya beliau arif dan dapat mendeteksi secara dini bahaya laten Gita Surosowan Banten di dunia olahraga yang dikenal dengan pembinaan prestasi secara berjenjang tanpa harus merekayasa diri di luar sistim pengorganisasi KONI.

Menyikapi kemelut ini cukup mendasar bila Koni Banten kemudian memberi sanksi terhadap Pengprov PDBI yang tidak melakukan pembinaan yang baik dan benar terhadap Pengkab/Pengkot PDBI se Banten, lebih hanya melingkari diri dengan Gita Surosowan Banten nya saja. Penulis pernah menyampaikan dalam forum Rapat Anggota Tahunan 2014 bahwa sudah seharusnya KONI Banten mengantisipasi wabah penyakit adanya MAFIA OLAHRAGA dalam tubuh organisasi olahraga baik di KONI, Pengprov ataupun perkumpulan-perkumpulan olahraga. Tapi anehnya hal tersebut bias seiring dengan dominasi kuat para mafia tersebut pada struktur penting KONI dan Pengprov-pengprovnya. Padahal KONI tidak perlu takut karena ada AD/ART sebagai pedoman dasar berorganisasi.

Selain terhadap KONI untuk membenahi organisasinya, harapan juga ditujukan kepada para penegak hukum di Banten bahwa telah terjadi kebocoran APBD hanya untuk kegiatan non formal yang proses rekayasa nya benar-benar luar biasa karena bisa lolos dari hadangan para anggota dewan yang terhormat. Ditengarai bahwa ada beberapa pejabat baik dari unsur Pemprov maupun DPRD yang ikut dalam “piknik” tersebut merupakan indikator utama kenapa anggaran muhibah kafilah drum band ini dapat dirilis. Semoga kejahatan olahraga ini bisa diungkap dengan terang benderang oleh para pihak penegak hukum karena kami masyarakat Banten sudah lelah dengan sepak terjang para Mafia Olahraga dan membutuhkan jawaban atas pertanggungjawaban anggaran Gita Surosowan Banten selama ini yang sudah menghabiskan puluhan milyar dari APBD Banten. Jayalah Olahraga !!!. Kota Serang, 18 Agustus 2015.(LLJ)
* Muchlis Arobi: Warga Kota Serang dan Pengamat Olahraga di Banten.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here