Anomali Nilai Tukar Petani Ditengah Fluktuasi Harga *

0
416

Serang,fesbukbantennews.com (4/7/2015) – Nilai Tukar Petani (NTP) pada bulan Juni 2015 mengalami kenaikan sebesar 0,50 dari 100,02 pada bulan sebelumnya menjadi 100,52. Kenaikan NTP yang terjadi dipengaruhi oleh kenaikan serempak NTP Tanaman Pangan, NTP Hortikultura dan NTP Tanaman Perkebunan Rakyat. Namun kenaikan tersebut tak mampu menaikan level NTP Tanaman Pangan dan NTP Tanaman Perkebunan yang ‘masih’ dibawah angka 100. Sedangkan untuk NTP Hortikultura, kenaikan yang terjadi tak merubah posisi yang tetap dikisaran angka 100.

Angga Hermanda
Angga Hermanda

Tanda Tanya Kedaulatan Pangan yang bergeser Menjadi ‘hanya’ Swasembada Pangan Semata

Pada bulan Juni 2015, NTP Tanaman Pangan mengalami kenaikan sebesar 0,63. NTP Tanaman Pangan sedikit beranjak dari 96,68 pada bulan Mei 2015 menjadi 97,29 pada bulan Juni 2015. Akan tetapi tingkat NTP Tanaman Pangan dalam tiga bulan terakhir ‘seolah’ konsisten berada dibawah angka 100. Hal ini mengakibatkan petani tanaman pangan semakin tidak sejahtera karena indeks harga yang dibayar oleh petani lebih tinggi dibandingkan indeks harga yang diterima oleh petani. Anomali ini terjadi díkala pemerintah yang semakin giat mewujudkan Swasembada Padi, Jagung, dan Kedelai pada tahun 2017 melalui berbagai macam bantuan.

Pada sisi yang lain, perkembangan harga beras medium pada Juni 2015 naik mendekati Rp. 10.000,-/kg. Menurut data Kementerian Perdagangan RI, harga beras médium pada awal bulan Juni (01/06) adalah Rp. 9.908,-/kg dan pada akhir Mei (30/06) sebesar Rp. 9.992,-/kg. Kenaikan harga yang terjadi membuktikan bahwa Peraturan Presiden Nomor 71 Tentang Penetapan dan Penyimpanan Harga kebutuhan Pokok dan Barang Penting yang ditandatangani tanggal 15 Juni lalu belum optimal.

Situasi tersebut menggambarkan paling tidak dalam 3 bulan terkahir, peningkatan produksi pangan yang diupayakan pemerintah tak dapat meningkatkan kesejahteraan petani tanaman pangan dan belum mampu menyeimbangkan harga pangan. Sehingga cita-cita kedaulatan pangan yang secara rinci terkandung dalam Nawacita dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 masih jauh panggang dari pada api.
Kenaikan NTP Hortikultura Tak Signifikan

Berbeda dengan Nilai Tukar Petani (NTP) Tanaman Pangan, NTP Hortikultura sedikit meningkat namun hanya sebesar 0,26 saja selama bulan Juni 2015. NTP Hortikultura pada bulan Mei 2015 berada diangka 100,71 kemudian menjadi 100,97 dibulan Juni 2015. Kenaikan NTP Hortikultura dipengaruhi oleh naiknya harga berbagai komoditi sayur-sayuran, buah-buahan dan tanaman obat. Salah satu komoditi hortikultura yang naik adalah cabai merah dan cabai merah kriting.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan RI selama bulan Juni 2015, harga cabai merah sempat menyentuh harga Rp. 36.779,-/kg dan cabai kriting sebesar Rp. 36.885,-/kg (19/06). Walaupun demikian, kenaikan harga beberapa komoditi hortikultura tersebut tak lantas berdampak signifikan pada kesejahteraan petani hortikultura. Sebab NTP Hortikultura dalam tiga bulan terakhir hanya berada dalam kisaran angka 100.

Kenyataan itu patut diduga karena petani belum mandiri untuk menyediakan faktor produksi seperti benih. Hal itu dikarenakan menjamurnya perusahaan benih hortikultura asing di Indonesia. Padahal dalam UU No. 13/2010 tentang Hortikultura pada bagian Penanaman Modal Pasal 100 ayat (3) menyatakan bahwa “Besarnya penanaman modal asing dibatasi paling banyak 30% (tiga puluh persen)”. Ketegasan itu dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 20/PUU-XII/2014 yang menguji UU No. 13/2010 tentang hortikultura terhadap UUD 1945.

Selain itu, kemandirian petani untuk memproduksi benih sendiri dengan tidak bergantung pada benih perusahaan juga sudah dijamin melalui Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 99/PUU-X/2012 yang menguji Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanaman terhadap UUD 1945. Dalam Amar Putusan, mahkamah menyebutkan bahwa Pasal 9 ayat (3) UU No. 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman menjadi menyatakan, “Kegiatan pencarian dan pengumpulan plasma nutfah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dapat dilakukan oleh perorangan atau badan hukum berdasarkan izin kecuali untuk perorangan petani kecil”.(LLJ)

* kiriman dulur FBN: Angga Hermanda, Serikat Petani Indonesia, mantan wapres Untirta Banten.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here